This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Time

Flag Counter

February 21, 2014

Nikmat Bersyukur

By: Drara Novia Dwi A.

Suatu hari di perjalanan mengantar Adik ke sekolah...


“Mba, apa itu hidup dan nikmat hidup?,” tanyanya dengan wajah polos. Maklum saja, gadis yang duduk santai di jok belakang motor yang dikendarai saya ini baru berumur 10 tahun. Awalnya saya kikuk mendengar pertanyaan asal itu. Sedikit kagum juga atas pertanyaannya.


“Hidup itu saat kita masih bisa bernafas, sedangkan nikmat hidup adalah saat kita masih diberi kesehatan” jawab saya ringan. Terlihat di kaca spion dia mengangguk pelan. Entah mengerti atau ragu dengan jawaban saya. Dia tampak berfikir. Saya tersenyum dan melanjutkan kalimat tadi. “Ketika kita masih bisa bernafas dan diberi kesehatan bukankah kita bisa melakukan apapun? Kita masih bisa makan dan minum, masih bisa belajar dan yang lebih penting masih bisa beribadah kepada Tuhan,” imbuh saya. Lagi-lagi dia mengangguk.


“Cuma itu mba?,” tanyanya lagi. Kali ini dia terlihat menerka-nerka sambil memandang ke arah cakrawala. Saya mengangguk.


“Dengan beribadah, hidup yang kita jalani akan terasa lebih bermakna. Karena Tuhan menciptakan kita untuk beribadah, bukan hanya bermain,” saya menekankan kalimat terakhir saya. Entah gadis kecil di balik punggung saya mengerti atau tidak. Dia terlihat masih canggung dengan jawaban saya. “Begini saja sayang, bayangkan kalau kehidupan itu seperti secangkir gelas kosong, kemudian gelas kosong itu dituang dengan air. Air itulah nikmat hidup. Apapun bentuk air itu, itulah nikmat hidup yang kita maknai sendiri,” saya sedikit menggunakan bahasa yang mudah dia mengerti. Dia tampak lebih sumringah sekarang.


“Terus, air itu di apakan lagi Mba?,”


“Emmmmmm.. Itulah tahapan hidup yang selanjutnya. Setelah kita diberi nafas oleh Tuhan, kita di beri nikmat berupa kesehatan, yang harus kita lakukan adalah mensyukurinya,” Saya sedikit memperlambat laju motor saya. Jam di tangan masih menunjukkan pukul 06.30, jadi saya agak santai. Lagian, gadis kecil ini nampaknya masih butuh klarifikasi tentang filosofi saya. Terbukti dia kembali bertanya.


“Apa hubungannya bersyukur dengan secangkir gelas kosong tadi Mba?,”


Cerdas kamu Dek!,” seru saya. “Tadi kita sudah sampai pada air yang tertuang di gelas kosong itu kan? Nah, sekarang apa yang tertuang di gelas kosong itu adalah cara kita mensyukuri kehidupan,” papar saya sedikit lebih bersemangat. Dia masih saja hanya mengangguk ringan. “Adek pasti seringkan buat minuman? Entah itu susu, teh, kopi atau malah hanya air putih”. Dia tampak meng-iyakan. “Sama dengan kehidupan, Dek. Air yang dituang dalam gelas kosong itulah yang disebut nikmat hidup, ada yang berbentuk air susu, air teh, kopi atau hanya sekedar air putih,” jelas saya. “Dari situlah kita belajar bersyukur. Untuk apa? Untuk mensyukuri apapun air yang tertuang dalam gelas itu. mensyukuri apapun yang terjadi di kehidupan kita”. Tutup saya dengan anggukan. Jujur saja, filosofi itu spontan saya utarakan. Jadi saya manggut-manggut sendiri ikut meng-iyakan kalimat saya.


“Benar begitu Mba?,” tanyanya memastikan. Saya mengangguk mantap. Dia nampak mengembangkan senyumnya dengan wajah berbinar.


“Besok mau aku pakai untuk tugas sekolah ya Mba, lumayan dapet satu pencerahan. Pertanyaannya susah sih. Makasih Mba,” dia mengeratkan peganggannya di pinggang saya.

Dan akhirnya motor saya berhenti dengan selamat di depan sekolahnya. Seperti biasa, dia mengecup punggung tangan saya sambil berlari riang ke dalam sekolah. 'Dia tetap anak kecil,’ gumam saya sambil berbalik arah untuk pulang